Tak
seperti tahun-tahun sebelumnya, dua hari lalu dia bergegas pulang ke rumah.
Kembali ke kota kelahiran dari perantauan panjang di negeri orang selama
bergenap bulan.
Kemarin, kamu mengeluhkan harimu,
yang katamu tak sempurna, yang dari ceritamu sangatlah tidak indah, hingga pada
akhir bicara kamu berkata, “Aku benci hari ini.” Karena itu, aku menuliskan beberapa
larik untukmu, bacalah...
Kamu
ialah pribadi yang paling pandai menutupi perasaan. Namamu, Lelaki. Aku
mengenalmu baru sejengkal waktu. Kala takdir mempertemukan kamu dan dia, entahlah, kamu
berusaha menghalau kehadirannya.
Ada beberapa hal di dunia ini
yang hadirnya bisa ditunda...
Kamu
selalu percaya bila setiap orang yang disuka harus dimiliki sesegera. Segalanya
bagaikan perlombaan; siapa cepat, dia dapat. Namun, apakah benar hakikatnya
seperti itu? Adakah perumpamaan biarkan saja mengalir seperti air sudah tak
cocok lagi?
Sudah
sekian kali kamu menghindarinya. Banyak jalan telah kamu tempuh agar dia tak
berpapas denganmu. Jalur yang dia lalui setiap hari, tak lagi kamu pilih
sebagai rute favorit untuk pulang. “Ah, lewat lajur lain saja,” pungkasmu.
Kamu
sudah lama memendam hasrat untuk menikah, tapi apa daya, jodoh yang kamu
impikan tak jua bersambang. Kamu pun sudah mulai lelah membuka beberapa akun
medsos-mu, dari Path, FB, hingga timeline
lain, yang isinya adalah undangan nikah dan kelahiran seorang buah hati.
Kuperhatikan
sesekali rautmu, tampak murung dan tertekuk lusuh. Mengapa? Ada apa? Mungkinkah kamu tak tahu bila sesungguhnya kamu,
seorang wanita, itu luar biasa?
Ketika
kamu telah memiliki seseorang yang mencintaimu, maka cintailah ia. Kamu akan
mengerti bagaimana jalan pikiran perempuanmu dari caramu memperlakukannya.
Percaya atau tidak, ia, adalah cerminan dari kamu.
Ada yang selalu kuingat dari
makan malam bersamamu kemarin...
Kamu
memakai kain penutup kepala berwarna cokelat, atau pula krem, sebab lampu
restoran membuatnya tampak sama. Tapi, kujamin corak polos yang kamu pilih,
kian pas dipadu padan parasmu. Matamu senja, terlihat indah di penghujung sinar
mentari yang kembali ke peraduannya.
Seseorang yang tengah jatuh cinta
itu sederhana...
Malam
tadi dia mungkin tengah menyaksi televisi. Atau, dia sedang asyik
membolak-balikkan buku karya penulis muda yang dikagumi. Sembari memakan
camilan, entah roti atau sekadar jajanan murah pinggir jalan, dia menikmati
waktu redupnya langit dengan penuh kesyukuran.
Cara seseorang memberikan
perhatian itu berbeda-beda... “Tadi
sore aku membaca tulisan-tulisanmu,” kata dia, ketika obrolan kami melesat
mulai meninggalkan malam.
Dia
itu gemarnya bercanda, melempar kalimat-kalimat lucu untuk membuat orang lain
tersenyum, atau bahkan tertawa. Bagaimana tidak, setiap tingkah dan lakunya
selalu dibumbui humor. Terkadang sedikit, lain waktu overdosis.
Memiliki
seseorang untuk berbagi adalah sebuah anugerah. Bagaimana tidak, setiap manusia
dilahirkan dengan bekal pandai bercerita. Mengenai banyak hal, tentang hidup, alam,
pekerjaan, keseharian, hingga perihal diri sendiri yang tidak pernah habis
dibicarakan.
Sudah
rahasia umum jikalau kamu sangat mencintai dia. Kupakai kata ‘mencintai’, sebab
rasamu akannya lebih dari sebatas ‘suka’ atau pula ‘sayang’. Mana mungkin seorang lelaki berani melakukan
hal-hal gila teruntuk seseorang, bila bukan bersebab cinta?