Kau Lelaki!

March 24, 2013



Pernahkah kau terlalu mencintai seseorang, bahkan ketika orang tersebut tak pernah memalingkan seraut wajahnya padamu? Dia, sungguh selalu maju ke lain sisimu, berharap kau tak memerhatikannya. Tetapi, bayangmu berbeda pendapat, ia lekat pada setiap jengkal langkahnya yang pekat. Oh, inikah yang disebut orang sebagai rasa sejati? Yang mana hanya memberi, tanpa mengharapnya segalanya bersambang kembali.
Read More

Senyum di Pertengahan Maret

March 19, 2013


Pada hari ini, ada lesung yang melengkung tak seperti biasa. Kau tahu, apa makna di balik bertambahnya usia? Di sana, kau akan kehilangan satu-demi-satu hari yang kau punya. Kau dermakan ia, kau gadai makna terpekatmu bersama waktu. Lantas apa itu waktu? Adakah ia hanya datang untuk melukis senyum yang tak paripurna? Katamu, waktu bukanlah kosmetik kecantikan, melainkan bagaimana caramu memberi harga pada kehidupan. Aku terhenyak, masih memikirkan kalimat teragungmu, yang membuatmu membisu pada hari terbaikmu.
Read More

Memagut Dua Raut

March 16, 2013



Hari ini, ada dua wajah yang berbeda terpampang pada bait-bait rona. Raut pertama bernama kebahagiaan, bersebab telah menorehkan sebuah pencapaian. Raut ini pastinya akan menghadiahkan senyum terindah kepada sesiapa yang bermata. Menyajikan sisi-sisi optimistis akan mimpi, serta segala yang masih belum meraup imaji. Itulah kebahagiaan, berwarna merah sebiru langit senja. Indah, tetapi hanya sementara waktu. Sebab tangis, akan senantiasa melampai pada setiap penjuru.
Read More

Kematian yang Bercerita

March 13, 2013



Siapa yang menjamin segala akan berpaling? Terkadang, apa yang kau ucap ialah benar yang kau harap. Kau pun menunggunya datang, membawa serpihan masam akan sebuah kenangan. Kau mulai berkisah, tentang satu-demi-satu kesah yang tak kunjung berubah warna. Tetap abu, ragamu pilu. Maka, tidakkah semua itu salahmu, yang menghadirkan bayangnya untuk terus membelakangi kenang? Kau terdiam. Kini rautmu jauh lebih pasi dari sekerat roti.

Lain kali, kau merutuki seluruh pengesahan. Tuhan, yang katamu Maha Perencana, kau anggap sering salah mengakhirkan kisah. Oh, kau sungguh naif, tiadakah kesalahan hanya bersumber dari kita, manusia? Lalu, kau lebih memilih menjejakkan kaki pada beling-beling kaca. Kau cerna, merah darahmu mengucur deras dari kasar telapaknya. Kau meringis, kelu, tetapi terkaku berbincang, jikalau hatimu jauh lebih biru dibanding luka-luka itu.
Read More

Followers