Janji Kita

December 16, 2012



Pernahkah kau melakukan hal yang belum pernah kau kerjakan sebelumnya?

Aku bertanya kepadanya. Kepada dia yang selalu termenung menatap mentari senja sendirian. Baginya, senja ialah perlambang kesedihan, kemurungan, terlagi elegi yang pekat bersama rintihan perih. Dia selalu berkata jikalau esok tak ingin lagi berpisah dari siang. Sebab, dia menyukai apa yang disebut terang, bukan gelap seperti lagatnya yang selama ini tak ditampakkan.
 

Namun, sungguh aku telah hapal akan segala tingkahmu. Aku selalu mengerti kapan kau akan menitihkan kepalamu di dinding-dinding murung, kapan kau memejamkan mata untuk menuntaskan hari terindah, kapan kau bangun dan mencari kacamatamu di sisi-sisi meja, serta kapan tangan itu mulai menggapai-gapai di bawah lekukan bantal. Entah apa yang kaucari, tapi kuharap jemari ini segan kaupilih.

Sudah kubilang aku mengingat setiap gerak-gerikmu. Namun, pernahkah kau merasa bosan akan realita? Pernahkah kau menghela napas tidak sepanjang biasa? Pernahkah kau sekali waktu mencintai senja dan membenci siang? Dan pula pernahkah kau mencoba melirik bayang itu untuk sekiranya memberi seruang hampa?

Itu pertanyaan-pertanyaan retoris. Sebab, tak pernah dan tak akan pernah kau menjawabnya. Cukuplah desah ini menghembus untuk mencerahkan pagi. Dengan membaginya ke udara, sesakku lebih ringan terasa. Tak apa. Kau cukup menjalani hari dengan sesiapa pengecup keningmu, kau bebas meraih pundak teragung untuk kau rebahkan penat kepalamu, serta kusilakan kau menjamah setiap kata dari pemilik bibir merah terlagi basah yang lain. Kau ialah kau dengan pemilik segala kehidupanmu. Dan kau harus percaya akan itu.

Lantas, ketika kau kutanya: pernahkah kau melakukan sesuatu yang belum pernah kau kerjakan? Pelan kau menjawab: belum. Sebab, kau masih hidup di masa yang lampau. Masa ketika lelakimu masih sanggup membacakan dongeng ketika kau akan tertidur, menanyakan kabar saat kau berlagu di suatu tempat, atau juga menyanyikan sajak-sajak bermajas untuk mengagumkan perangaimu yang merona. Namun, sejenak coba kau tatap matanya. Perhatikan pula dengan seksama. Oh, dia tak lagi memandang ke sisimu. Dia tak pula ingin kembali ke jalinan ceritamu. Sungguh, dia telah menukar kisahmu dengan sepenggal romantika milik wanita yang lain. Dia pula yang menghapus bayangmu, dan menindihnya dengan wajah kekasihnya yang baru.

Oh, sungguh sengguk itu tumbah. Membuncah bak aliran deras air mata. Tenang, akan kuusap basahnya dengan jemari ini. Seraya menembus relung senja, kau berkata: kini aku akan melakukan sesuatu yang baru dan belum pernah kukerjakan.

Tanyaku, “Apa?”

“Mencintaimu tanpanya...” janjimu di depan kitab kita.
(IPM)

Bandung, Desember 2012
#Ilustrasi diunduh dari sini

Followers