Tukang Tidur

April 23, 2020




“Kamu itu tukang tidur,” itulah satu kalimat terakhirmu yang selalu terngiang.

Bagaimana tidak, sudah berkali rasanya pernyataan itu terlontar tanpa filter. Aku yang tak merasa bersalah, seringkali hanya tersenyum. Tentu, sembari mempertanyakan, “Masa iya?”

Rasanya pernah, saat tirai malam baru dibuka, kita berdiam berdua menanti hidangan ikan datang memenuhi meja. Cukup lama, hingga bertatap dan berbincang selaksa saling berlomba mendahului. Kau tahu, setelah sampai di rumah, tanpa basa-basi, aku langsung tenggelam. Ngantuk!

Lain waktu, aku menjelma serupa orang paling kau cari. Memang, saat itu aku pamit hendak pergi ke kotamu di penghujung petang. Memompa rindu, alibinya. Namun, lewat dini hari, tak pernah aku melempar sinyal lagi ke ponselmu. Bukan mengapa, semuanya baik saja. Aku hanya terlelap. Ah, semalam ngantuk!

Di gulita yang lain, beberapa kali, atau bahkan sering, aku mewujud peri pencabut perbincangan. Sederhana saja alasannya. Bukan, sama sekali aku tidak merasa bosan. Banyak candaan yang kadang di luar batas kewajaran tak kuasa terlontarkan. Sekejap mataku melebar, tapi sekelebat waktu ia kuncup tak mau mekar. Sorry, duluan ya, ngantuk!  

Tulisanku tentangmu tak kunjung selesai. Celakanya, hari ini aku tidak sedang minum kopi. Kulihat di arlojiku, jarum jam sudah enggan bergerak lincah ke mari. Hampir pagi. Aih, kenapa kini engga ngantuk!
(IPM)

Idham PM | Sketsastra 2020
#Ilustrasi diunduh dari sini.

Followers