Beberapa Alasan Mengapa Memilih Menyembunyikan Perasaan

February 06, 2015





Memilih seseorang untuk dijatuhcintai dengan sepenuh hati tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Rasa suka, atau juga cinta itu sangatlah random. Tak pasti. Berjalan sesuai naluriahnya.

Ada seseorang di sekitarmu, yang bahkan dia sudah terlalu baik kepadamu, tapi tak pernah tuh kamu lirik dia sebagai calon kekasih idaman. Malahan, dia yang acuh dan tak peduli kepadamu, justru dengan segenap upaya ingin kamu jadikan merupa pasangan.

Aneh, ya? Yang baik disia-siakan. Namun, yang kurang baik justru diperjuangkan.

Terlepas seberapa kompleks-nya masalah jatuh cinta, yang pasti kamu menikmatinya. Kamu tentu masih hapal bagaimana debar jantung yang begitu kencang saat bercakap berdua dengannya untuk pertama kali. Bagaimana pula ekspresimu ketika dengan bimbang memilih kata-kata sembari mengungkapkan rasa. Serta, bagaimana senangnya kamu sewaktu jawaban “Iya, aku mau jadi kekasihmu” terlontar indah dari bibirnya.

Semuanya indah, bukan? Lalu, mengapa kamu justru sering menyembunyikan perasaan?

Anak sekarang mengenal istilah kode-kodean. Ya, semacam tindakan berani-tak-berani untuk menutupi perasaan padahal ngarep banget dianya bisa tahu. Nah, tapi di lapangan, biasanya yang dikodein justru adem ayem bin cuek bebek aja. Entah tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu.

Hmm, penulis sudah melakukan riset kecil-kecilan nih, dan... inilah beberapa alasan mengapa seseorang lebih memilih nyembunyiin perasaan ketimbang mengungkapkan. Sok atuh disimak!

1. Gengsi

Kata ini sangat mujarab untuk jadi alibi para ‘penyembunyi perasaan’. Saat mereka ditanya, “Kenapa sih gak kamu ungkapin aja ke dia?” Pasti dengan segera mereka akan membalas, “Kan gengsi, masa sih perempuan yang harus mulai duluan.”

Beberapa orang menganggap perempuan memiliki kadar gengsi lebih tinggi daripada lelaki. Namun, opini tersebut justru salah. Lelakilah yang rasa gengsinya lebih segede gaban dibanding perempuan.

Nih ya, aku kasih contoh. Suatu saat kekasihnya tetiba menerima pesan dari laki-laki lain, dan obrolannya sudah berada di luar topik kuliah atau hobi, pasti seorang laki-laki akan cemburu. Hanya saja mereka pura-pura tidak peduli, seolah-olah masa bodoh.

Padahal, jauh di dalam hatinya dia berpikir macam-macam. Dan, sewaktu perempuannya bertanya, “Kamu cemburu, ya?” Hmm, namanya juga gengsi, pasti dengan lantang lelakinya akan bilang, “Enggak kok, biasa aja,” padahal itu bullsh*t banget, biar terkesan cool saja.

Cemburu itu tanda jikalau dia penting bagimu. Jadi, mengapa tak kamu tunjukkan padanya? Ini yang nulis lelaki juga lho, jadi bisa jadi referensi.

2. Mustahil Menggapai Dia

Ceritanya, kamu itu biasa saja. Cakep tidak, populer tidak, pintar banget juga tidak. Standar lah pokoknya. Namun, hatimu (yang tidak pandang bulu itu) justru memilih dia yang ‘WAH’ untuk dijatuhcintai.

WAH di sini berarti amat jauh berbeda denganmu. Dia, bersinar terang di atas sana dengan segala kelebihannya. Entah cakep, populer, dan mungkin juga teramat pintar. Sedangkan kamu, merasa kerdil dibandingkan dengannya. Saat tak sengaja harus bercakap dengan dia saja, kamu minder bukan main.

Lantas, kamu pun memilih untuk bungkam dalam diam. Bukan tidak lagi mencintainya, tapi menutupi rasamu untuk menyatakan suka padanya. Itu sakitnya di sini lho! Nusuk banget!

Sekarang pertanyaannya, apakah dengan diam lantas suatu saat dia akan jadi balik suka ke kamu? Coba dijawab sendiri.

Lalu, kamu harus melakukan apa? Ya, singkat saja sarannya: memantaskan diri. Mana mungkin dia akan menoleh kepadamu jikalau kamu tidak bersinar juga. Cinta itu tidak buta, Bro-Sist! Cinta tahu mana yang pantas untuk dijatuhcintai.

Bukankah wanita baik hanya untuk lelaki baik, dan sebaliknya? Jadi, perjuangkan! Yang dapatnya susah biasanya lebih bertahan lama.

3. Takut Dia Malah Menjauh

Memang susah sih kalau ketemu kasus jatuh cinta sama teman sendiri yang sudah deket banget. Kalau dia sedang sedih ceritanya ke kamu. Kalau dia lagi seneng berbaginya juga ke kamu. Jalan bareng, makan bareng, tapi tanpa status.

Dia sih enjoyed aja, merasa ada satu sosok yang bisa nemenin dia ngejalanin hari tanpa embel-embel berantem atau apa. Tapi... kamunya itu lho yang mengharap lebih.

Bawaannya serba salah. Mau jujur bilang suka takut dia malah menjauh, eh mau diam saja dianya cuma nganggep sebatas teman. Namun, tidak ada solusi terbaik selain angkat bicara. Ada ilmunya untuk bisa berkomunikasi dengan baik. Kalau niatmu baik, ya mudah-mudahan dia mengerti.

Terus... kalau dia menjauh, ya coba didekatin lagi. Batu saja bisa berlubang apabila ditetesi air secara terus-menerus, apalagi hati?

4. Ternyata Dia Sudah Dimiliki Orang Lain

Mendingan cari yang lain saja lah. Jangan cari penyakit. Mencintai orang yang sudah memiliki kekasih akan menjadikanmu rentan galau. Dikit-dikit mikirin dia, dikit-dikit inget dia, tapi dikit-dikit juga sadar bahwa dia sudah dimiliki orang lain.

Sedih level dewa, gak tuh?

Namun, tak sedikit yang keukeuh terus menunggu sampai dia putus sama kekasihnya untuk kemudian kamu pedekate-in. Pertanyaannya, mau nunggu sampai kapan? Kalau mereka justru putusnya untuk jadi manten bukan mantan gimana? Apa gak aus tuh hati disuruh terus-terusan menanti?

Well, cari yang masih oprec atau available. Kalau pun ada yang sudah taken, tapi masih abu-abu, juga boleh dicoba. Namun, jangan jatuh cinta ke orang yang sudah fixed tak bisa diganggu lagi. Cuma bikin sakit hati.
___

Itu tadi beberapa alasan mengapa seseorang memilih untuk menyembunyikan perasaan. Oh, bukan berarti mereka tidak punya nyali atau tidak berani. Sama sekali bukan. Mereka hanya menimbang dan bimbang bilamana mengungkapkan.

Simpulannya, hati itu selalu tak bisa kompromi jikalau sudah menjatuhkan pilihan. Amat sangat random. Tapi, itulah seni untuk hidup. Kalau hanya datar, takkan ada memoria untuk diingat lagi nantinya.

Di akhir posting ini yuk sama-sama berdoa: semoga para ‘penyembunyi perasaan’ sanggup mengungkapkan rasanya kepada orang yang tepat. Aamiin.

Kalau ada tambahan ‘alasan’ ya monggo dipersilakan. Terima kasih, semoga bermanfaat. Salam.
(IPM)

Bandung, Februari 2015 (revisi)

__
Apabila ada masukan, atau minta pendapat mengenai tulisanmu, sila hubungi penulis di akun twitter: @idhampm atau e-mail: idham.mahatma@gmail.com


Followers