Apa sih Isi Kepala Seorang Perempuan?

September 22, 2014




Salah seorang temanku tengah asyik berdiskusi, atau lebih tepatnya ngerumpi. Topiknya menarik: apa sih isi kepala seorang perempuan? Kalau anak kedokteran ya bakal dijawab: otak, syaraf neuron, bla-bla-bla. Tapi, ini bukan anak FK yang bicara.

Hmm, tema yang cukup renyah di antara minggu kelima kuliah di kampus gajah, batinku sambil nyengir sendiri.

Alih-alih mendengarkan secara seksama dan hati-hati (baca: nguping), aku sempat menotulensikan obrolan mereka dalam otak, yang sekarang akan kalian baca ini. Kalau ada kurangnya, mohon dimaafkan. Biasa, persoalan keterbatasan pendengaran dan ingatan.

“Hampir tiga per empat isi kepala perempuan itu pertanyaan,” katanya.

Apa iya?

Mendengar obrolan mereka, sontak aku jadi teringat momen-momen setiap akhir semester waktu masa-masa SMA. Ya, sekitar 3 sampai 4 tahun yang lalu, saat ngambil rapor lebih tepatnya. Kebayang kan umur yang nulis berapa sekarang?

Nah, akan ada saatnya kamu terus-menerus nanya “jam berapa” ke nyokap/mama/emak/ibu (tergantung panggilan kesukaanmu apa). Paling simple sih, “Ma, ini udah jam berapa? Ayo berangkat, nanti telat ambil rapornya.”
.

Dengan santai, dan terkesan tidak menghirau, Mama kamu akan menjawab, “Sebentar lagi. Oh ya, gimana, Mama mending pakai baju yang ini? Atau yang ini? Atau yang itu? Menurut kamu gimana?”

Kalau diulik lagi secara detil. Kamu ini nanya satu hal, eh dijawabnya dengan pertanyaan lagi, 4 kali lipat lebih banyak pula.

Sebentar, jangan buru-buru dibenarkan dulu pernyataan di atas tadi. Barusan kan contohnya aku ambil dari perempuan yang sudah dewasa (baca: ibu-ibu). Lalu, apa akan beda kalau dibandingin sama perempuan yang masih ABG atau menuju dewasa?

Jawabnya mantap dan tanpa ragu: sama sekali tidak berbeda.

Aku ceritain ya. Pernah nih suatu waktu aku nganter seorang perempuan belanja di toko baju. Kata dia saat di jalan sih bakal cepet, karena sudah kebayang akan beli model apa dan gimana-gimananya. Tapi, realita di lapangan memang sangat dinamis dan berbeda.

Hampir tiap toko dimasuki. Mulai dari department store merk SUN (nama di-Inggris-kan), distro, hingga toko-toko yang namanya asing. Mungkin juga baru buka lapak kemarin. Dan, di tiap tempat pasti akan muncul sebuah pertanyaan dari bibirnya, “Sayang, aku pilih yang mana ya? Yang ini bagus. Tapi yang ini lucu. Bingung nih aku.”

Lelaki yang males ribet dan pengen cepet paling akan bilang, “Ya udah, ambil aja dua-duanya,” sambil menghela napas panjang.

Nah, saat perempuan lagi bingung-bimbang dan banyak nanya kayak gini, jangan justru kamu jutekin atau anggurin. Jangan! Sebenarnya, perempuan itu sudah punya satu pilihan di dalam hatinya. Hanya saja, mereka itu butuh yang namanya diyakinkan.

Catat! Diyakinkan.

Sebab, paling sukar bagi perempuan untuk mengambil sebuah keputusan. Mereka akan menimbang, menimbang, dan menimbang lagi. Puncaknya, mereka bahkan tidak jadi mengambil keputusan.

Cobalah sekali-sekali mereka kamu beri pertimbangan. Misalnya, “Sayang, kalau kamu pilih yang ini begini-begini-begini. Lalu, kalau kamu pilih yang itu begitu-begitu-begitu. Sekarang, kamu lebih condong ke yang mana?”

Biarkan dia memutuskan sesuai kehendaknya. Dengan begitu, secara tidak langsung kamu memberikan kebebasan kepada perempuanmu. Tidak ada manusia yang mau dipilihkan, bukan?

Mungkin sudah kodratnya bagi lelaki diberi kelebihan nalar dan logika oleh Tuhan. Jika dipakai dengan benar dan sesuai SOP, harusnya seorang lelaki bisa menjadi ‘jawaban’ di antara segala ‘pertanyaan’ dari perempuannya.

Dan, tidak ada kalimat paling romantis yang keluar dari mulut seorang perempuan ketika lelakinya mampu menyelesaikan persoalannya selain, “Terima kasih telah menjadi ‘karena’ di setiap ‘mengapa’ dalam hari-hariku.”

Well, jadi lelaki itu harus merupa ‘jawaban’, bukan malah balik melontarkan ‘pertanyaan’. Bukan begitu para perempuan?

Ini yang nulis seorang lelaki lho, jadi ya kalau salah dan sesat boleh bingits dibenarkan di kolom komentar. Terima kasih!
(IPM)

Bandung, September 2014


___ 
Apabila ada masukan, atau minta pendapat mengenai tulisanmu, sila hubungi penulis di akun twitter: @idhampm atau e-mail: idham.mahatma@gmail.com

Followers