Bulan yang Perkasa

June 21, 2014



Untuk D.

Kamu selalu suka apabila menganalogikanku sebagai bulan. Entah purnama, bulat separuh, hingga bentuk sabit. Bulan memang senantiasa berubah, tetapi akan tetap sama. Apabila sudah begitu, tanpa ada komando, maka kamu akan menakzimkan diri mewujud bintang.

Aku tentu saja tak pernah keberatan akan perumpamaan itu. Namun, kamu harus tahu jikalau bulan itu tak semandiri bintang. Bulan selalu menggantungkan asa ke sesiapa demi terlihat cerlang. Bulan bisa meredup, layu, hingga tak terlihat sementara waktu. Oh, dengan alasan itukah kamu menamaiku sebagai Bulan?

Jika benar, kalau boleh berpendapat, sejujurnya aku tak setuju. Wanita yang kamu anggap bulan ini sebenarnya tak sesedih itu. Wanita yang hanya malam datang baru terlihat ini juga tak serapuh itu. Wanita itu jauh lebih kuat daripada lelaki, Sayang. Jauh, teramat jauh.

Coba kamu bayangkan, rembulan mana yang bisa membunuh rasa rindu hingga menikam sembilu. Coba kamu cari, kira-kira dewi malam mana yang sanggup menahan jarak untuk tidak bertemu sepenggalah waktu. Kalau pun ada, tentu hanya beberapa. Atau, cuma persentase kecil. Dan, aku jamin namaku pasti ada di antaranya.

“Lalu, kamu ingin aku menyebutmu apa?” kamu bertanya.

“Entahlah...”

“Kamu bosan merupa Bulan? Kamu jenuh menganggapku Bintang?” kini nadamu mulai meninggi.

Dan, seperti halnya wanita lain, dengan tekanan, dengan keterpojokan, wanita cuma bisa diam. Seperti aku, yang hanya sanggup tersenyum menjawab tanyamu.

Obrolan ini bukan teruntuk menyalahkan. Bukan pula saling melempar tuduhan. Namun, lebih dari itu, harusnya kamu menangkap betul setiap maknanya. Bahwasanya wanita, memang teramat suka diberi sesuatu: coklat batang, permen, manik-manik, bunga, boneka beruang, sweater, baju tidur, hingga liontin yang akan menggantung di antara kerah dan leher. Tetapi, satu yang paling wanita suka: kepastian.

Kepastian akan selalu dinomorsatukan. Kepastian mendapatkan perhatian. Kepastian untuk senantiasa dibahagiakan. Dan lelaki, jikalau memang benar lelaki, hampir pasti utuh memahami.

Aku selalu suka kamu panggil Bulan. Aku selalu senang menyebutmu Bintang. Namun, aku akan lebih suka apabila kamu menganggapku sebagai Bulan Yang Perkasa. Yang tanpa sinarmu pun masih bisa bercahaya. Yang di saat kamu jauh kian sanggup berdiri teguh. Yang seperti murni pribadiku.

Ini rupa Bulanmu kini, cobalah lebih dalam lagi kau memahami...
(IPM)

Surabaya, Juni 2014

Followers