Harimu: Untuk Berbahagia

April 06, 2013



Hari ini tepat pukul 00.01 ketika larik tak bermajas ini diretas. Selamat pagi! Adakah kau, Dya, bergumam di antara pagi yang temaram? Aih, tak perlu kau berpikir dua kali untuk berbahagia hari ini. Sebab tawa, atau juga derita ialah sepaket kado yang takkan terpisah. Barangkali kau menyadari, saat tawa erat kau retas, boleh jadi derita lamat-lamat kau gamit pekat. Dan itulah hidup, selaksa lakon untuk sesiapa yang pemberani.

Dya, kau tahu siapa itu pemberani?

Kau tak menghirau, masih menuntun pandangmu ke arahnya, yang lekat-lekat tak berpaling membalas tatapmu. Dialah dia, pelangimu, yang kau takzimkan mengisi kekosongan hati, kala momen terindah dulu dikecewai. Aku pernah kau tumpahi kisah, hingga sanggup kulahirkan cerita mewujud nyata.

Kisahmu, barangkali seperti beberapa roman terdahulu yang berhias elegi. Entahlah, sepertinya manusia memang terlahir untuk kesedihan. Air mata, rintihan sesal, gumaman tak berujung kepastian ialah bahasa dari seorang wanita anggun yang tengah menanti pangerannya. Namun, di mana dia, Dya? Pernahkah kau mengundangnya untuk sebuah nyata yang sempurna?

Jawabnya belum, karena, kodrat wanita ialah laksana penunggu yang paling penyabar. Kau tahu, tiada yang lebih sabar dibanding wanita. Ketika wanita sedang jatuh hati kepada seseorang, apakah pantas dia lebih dulu mengutarakan? Adakah ego itu dibuang jauh untuk sebuah kepastian? Aih, jangan, Dya, jangan! Jangan kau merutuk tangis di bawahnya. Kau pasti tahu bagaimana memposisikan diri menjadimu, serupa jelita yang pura-pura tak butuh.

Dari bibirmu meruak karakteristik lelaki menurut hitam putih mata, seperti dia, lelaki bayanganmu, yang kau puja kepintarannya, yang kau genggam anggapan baiknya, serta segala macam sisi positif akannya. Oh, di mana letak logika ketika seseorang sedang jatuh cinta? Pungkasnya tengah lumpuh, dan kau, mungkin telah mengalami itu.

Kau ingat romansa Romeo-Juliet atau Napoleon-Josephina dahulu, yang sang lelaki berjuang untuk mendapatkan 'telinga' wanitanya. Barangkali, mereka tak pernah berpikir jikalau kisah memang terkadang tak seindah harapan. Tetapi, adakah yang menjamin segala berujung kenyataan? Tak ada, hanya saja kuulangi, hidup memang cukup teruntuk sang pemberani.

“Apa itu berani? Siapa itu pemberani?” tanyamu.

Berani ialah mereka yang meruap segala hal yang tak pasti. Bisa saja dia menggandeng sedih, atau malah boleh jadi memeluk tangis, tetapi dia tak peduli, terus mempercayai satu: sempurnanya kisah hanya teruntuk dia yang mencobanya. Ketika dia meminta kau menunggu sampai segalanya siap, hampir pasti semua takkan pernah siap. Sebab, tiada yang mengerti tentang batas waktu, dan kau, hanya akan menantinya berpaling, seolah-olah ke arahmu.

“Aih, kau terlalu banyak berkata, Tukang Cerita. Kau tak menjalaninya!” kau berteriak, sesaat, telingaku pekak.

Tenanglah, kau hanya perlu menarik napas dalam-dalam. Kau punya Tuhan, bukan? Apa kau sebegitu mengenal-Nya, melebihi dari kau mengenal dia? Oh, kuberitahu kau, Dya, bahwa Tuhan itu Maha Pencemburu. Saat kau lebih memandangnya daripada-Nya, Dia menarikmu kembali agar menguapkan dia demi Dia. Dan apakah kau juga tahu, bagaimana Tuhan itu Maha Mencintai? Ketika kau rajin bersolek karna-Nya, barangkali harimu akan senantiasa indah, serta menarik kata sempurna. Maka, kau hanya perlu mempercayai hukum-Nya: wanita baik hanya untuk lelaki baik, dan sebaliknya.

“Dya, sekarang kau lebih nyaman, bukan?”

Berbahagialah, kau tak boleh bersedih hari ini. Kau ingat, Dya, sembilan belas tahun yang lalu, kaki-tangan mungilmu meraibkan rahim menuju ke dunia. Kau pun sesenggukan mengiangkan tangis. Ibumu bersyukur pelan, selagi kau mencari-cari angan. Ada hari di mana kau melukiskan senyum, ketika usiamu bertambah, dan ada yang lekat-lekat ingin mendekatmu tanpa asa. Dialah dia, malaikatmu, yang pelan-pelan tak meruapkan ragu, untuk dalam sunyi memandangmu.

Panggil aku Tukang Cerita. Jikalau masih ada waktu, kisahmu yang lain, pasti kuguratkan dalam naskah, semoga menjadi nyata.
(IPM)

Bandung, April 2013

*Selamat ulang tahun, Dya! Semoga dengan bertambahnya usia, bertambah pula keberkahannya. FOKUS, Mbak, FOKUS!*

#Ilustrasi diunduh dari sini

Followers