Gemerisik Rasa

August 23, 2012



Gemerisik rasa mengundang tanya

Ke arahmu, juga ke arahnya

Ialah dia, yang melukismu dengan 

merah bibir-bibirnya yang tak bertulang

Menghapus sesekali, lalu jemari menyepuh lagi



Pedih, bukan?

Aku pun mulai menerka: lebih getir mana, 

hampa ataukah rasa, yang diam-diam 

kaurajut bersama senja



Ingatkah, dia yang lain pernah mendekapmu, 

erat, yang bertali pekat

Tapi tiba-tiba dia melepasmu, dengan cepat



Kau yang tak siap, mencari-cari 

bayangnya hingga ke balik tirai

Menghujamkan jarum-jarum tepat ke uluh rindumu

Lantas, dia, yang kausanjung -di lain tempat- sedang 

menggenapkan senyum lain perangai



Harapmu melayang, menjemput ganjil wajahnya

Tapi dia toreh belaimu, dengan luka

Sesakit itukah cinta yang tak berbekas?

Adakah raga, atau jiwa yang sanggup membebas?



Kau melempar tanya ke angkasa

Terdengarkah jeritan ini, wahai bintang?

Tertangkapkah getaran ini, duhai rembulan?

Mereka saling bertatap, tak menjawab



Diam, barangkali lebih lekat daripada 

kata-kata pekat, yang selalu memeluk erat

Menangislah, di pundak ini, terukir secerca lukaku

Tepat ketika air matamu jatuh, luka itu seketika sembuh



Kemudian kita tersenyum, dan lupa 

semalam utuh kita saling berbagi peluh

Peluh yang lelah, tapi mengundang isak lega

Ialah aku, yang masih terpejam di sisimu

Yang tahu, jikalau malam tak lagi menemanimu


(IPM)

Surabaya, Sketsastra 2012


#Ilustrasi diunduh dari sini

 

Followers