Samar

November 20, 2015



 
(1/3)
Ada satu cerita unik saat kamu berkenalan dengannya...

Kantong teh seduhmu menggantung di tepi gelas kaca, airnya pun masih panas, menyisakan uap yang beradu dengan suhu pendingin ruangan. Ya, pagi sekali kamu sudah duduk di kursi empukmu, memandang layar yang belum berisi arahan. Bosmu, sepertinya belum terlihat berada di peraduan.

Lamanmu yang baru ialah di sini, di perusahaan migas, menjadi R&D Engineer. Jalan hiduplah yang mengarahkanmu bertolak ke ujung Jawa, tempat semua kebutuhan manusia diciptakan melalui ilmu mekanika dan rekayasa. Tempat baru, kisah baru, dengungmu.

Dari ribuan orang yang bekerja di kantormu, ternyata kamu menemukannya. Ialah dia, perempuan berkerudung biru muda, yang membuatmu tersedak saat menegak seduhan teh. Sebenarnya, cukup jauh jarak antara tempat dia berdiri denganmu. Namun, entah ada energi apa, pesonanya membuatmu tak berpaling sepersekian detik. Matanya, matamu, perlahan bertemu. Sebentar saja, tapi lama sekali kamu melupa.

“Aku harus bisa kenalan sama dia,” batinmu, membuat pernyataan sepihak.

Kebanyakan, cara orang berkenalan ialah dengan membuka pembicaraan sarat basa-basi. Mulai dari menanyakan nama, asal daerah, latar belakang pendidikan, tinggal di mana, ditempatkan di bagian apa, hingga saat mulai dekat dan lekat, pertanyaan macam ‘berapa ukuran sepatumu’, atau ‘senakal apa kamu waktu kecil dulu’, hingga ‘rencanamu menikah di usia berapa’ sanggup terlontar begitu saja.

Gaya paling standar ialah seperti di atas. Namun, kamu berbeda. Kamu tak akan dengan noraknya datang, berjabat tangan, lalu menyebutkan nama dengan suara didalam-dalamkan. Katanya, wanita cenderung lebih tertarik pada lekaki bersuara dalam, terkesan bijak dan bertanggungjawab.

Seperti kucing yang siap mencuri ikan di meja makan, kamu mengendap dalam diam. Sesekali kamu berharap untuk bisa ditemukan secara tak sengaja: di persimpangan jalan ketika akan pulang, di antrean ATM kala ingin melakukan transaksi, hingga bertabrakan di lajur pedestrian karena masing-masing sibuk menimbang telepon genggam. Oh, yang terakhir lebih mirip seperti satu adegan di sinema elektronik.

Kisahmu kali ini belum terarah. Samar. Tidak jelas. Cenderung abstrak. Kamu belum sama sekali tahu perihal dia. Jangankan soal latar belakang keluarga, bahan bacaan kesukaannya, pukul berapa dia terlelap, dan bahkan, namanya saja kamu tak sanggup mengeja. “Mungkin namanya Diana, atau Dara, atau Shinta, Agista, atau justru Maya, seperti penggalan nama tengahku. Ah, aku tidak tahu,” gerutumu.

“Daripada susah-susah, aku panggil dia ‘Perempuan Bertudung Biru Muda’ saja. Iya, begitu saja.” Semenjak pertemuan itu, kamu memiliki satu motivasi baru untuk pergi kerja. Dasar lelaki, selalu bersemangat bila berkisah tentang seorang pujaan hati.
(IPM)

Cilegon, November 2015

#Ilustrasi diunduh dari sini sini

Followers