Bahagia Melihatmu Dengannya

January 03, 2015



Aku bahagia kok melihatmu dengannya, katamu saat menyaksikan dia yang kamu suka jadian dengan orang lain. Hmm, aku kok enggak yakin ya atas apa yang kamu lontarkan barusan. Di dunia ini, mungkin ada beberapa orang yang bisa ikhlas mengenai kenyataan. Namun, lebih banyak lagi yang urung begitu saja melepaskan.

Nah, apalagi kalau kenyataan itu menyangkut soal hati. Aih, susah kalau udah bawa-bawa hati mah, seriusan. Akan tetapi, hidup selalu punya skenario terindahnya, meskipun kali ini bukan happy ending. Nikmati saja.

Okay, kita flashback sebentar mengapa kamu sampai bisa bilang, “Aku bahagia melihatmu dengannya.” Ini pasti ada kisah di baliknya. Pasti. Coba disimak!

Kamu itu anak kuliahan yang usianya tanggung untuk disebut remaja atau dewasa. Pakai kaos kadang udah enggak pantes, eh pakai celana bahan dikira mau kondangan. Ribet. Bahkan, guna menjawab pertanyaan mau ngapain setahun ke depan aja kamu masih bimbang. “Eee... saya mau jadi ini... eh, jadi itu deng... eh, pengen langsung nikah deng, dst, dst,” jawabmu pertanda bingung.

Maklum saja, kamu belum selesai dengan dirimu sendiri. Masih mencari-cari apa yang cocok untukmu ke depan. Seorang profesional, teknokrat, wirausahawan, penulis best-seller, atau yang lain, kamu belum menentukan.

Parahnya, saat kamu sadar bahwa kamu belum jadi apa-apa, eh, tahu-tahu ada dia yang menarik perhatianmu. Iya, usia segini mah rawan buat jatuh cinta. Hormonnya lagi tinggi. Apa-apa tidak dipikirkan matang-matang. Maunya cepet, instant, tapi pengen everlasting ending-nya. Ya mana bisa lah.



Nah, dia yang kamu jadiin target tadi belum deket tuh sama kamu. Emang sih sekampus, atau sefakultas, atau sejurusan, atau bahkan sekelas, tapi kan enggak sehati. Ya, mau gimana lagi, harus dideketin!

Kata orang bijak, segala yang dapatnya susah, biasanya bertahan lama. Berbekal quote itu kamu jadi semangat mengejar dia. Pagi-pagi banget kamu datang ke kampus, pengen mewujud orang pertama yang ngeliat dia. Sore-sore banget kamu baru pulang, pengen mewujud orang yang terakhir ngeliat dia. Begitu seterusnya. Kuliah jadi semangat, Broh! (Ini efek positif dari jatuh cinta).

Sudah genap dua bulan kamu memberi kode ke dia. Menyapanya dengan nada sok ramah tiap hari. Menjadi ojeknya ke mana-mana kalau dia lagi butuh tumpangan. Dan, senantiasa merupa solusi saat dia ada masalah. Misal, dia lagi enggak enak badan, terus kamu tiba-tiba nyelonong aja ke kosan bawa makanan hangat dan obat. Kan so sweet itu.

Kalau secara teori mah, habis ini kamu pasti jadian sama dia. Pasti. Aku berani jamin. Akan tetapi... eh... eh... eh... dianya justru enggak ada perasaan apa-apa ke kamu. Lebih tragis, dia jadian sama orang lain. Jackpot jleb-nya!


Aih, kalau aku jadi kamu mah pasti udah cakar-cakar tembok kamar kosan. Atau, showeran sambil teriak, “Mengapa? Mengapa? Mengapa?” Atau, justru cubit-cubit pipi sendiri, berharap ini cuma mimpi.

But, it was a reality. Pahit ya, Broh? Sakit ya, Broh? Mau backsound patah hati apa nih? Biar penulis puterin. Hehe.

Kamu pun diinterogasi sama temen-temenmu, “Kenapa bisa enggak jadi? Padahal udah deket lho.” Sambil pasang muka melas, jawabmu, “Enggak tahu juga, mungkin hanya friendzone.” Terus, temen-temenmu yang sekarang jadi kayak jaksa di pengadilan itu nanya lagi, “Sekarang gimana perasan lo? Masih sakit? Udah, relain aja!” Hmm, balasmu singkat, seperti pembuka posting ini tadi, “Aku bahagia kok melihat dia dengannya.”

Wah, omong kosong pisan ini mah. Mana mungkin sih ada orang yang bahagia melihat incerannya jadian sama yang bukan kamu. Atau, ada ungkapan lain, “Kalau kamu bahagia, aku pasti bahagia.” Yang ini lebih jawara, karena ikhlasnya tingkat dewa. Hmm, kalau penulis sih belum bisa seperti itu. Kalau kamu bisa bahagia sama dia, ya sama aku juga pasti bisa.


Lalu, ada yang bilang, “Kan cinta enggak bisa dipaksain, Dham?” Jawabnya benar, cinta memang enggak bisa dipaksain. Tapi catat, “Cinta bisa diusahain.” Aku ini orang Jawa, dan ada pepatah Jawa kuno yang bilang, “Wiwiting tresna jalaran saka kulina.” Ya, translation-nya: cinta ada karena terbiasa bersama. Jadi deketin lagi solusinya, sampai timbul rasa cinta.

Orang-orang yang bilang ekspresi macam tadi biasanya menyerah dengan keadaan. Bukan ikhlas, tetapi kurang berusaha. Kecuali kalau mereka sudah jatuh bangun usahanya dan tetap tidak dapat, itu baru lain cerita. Sebab ada pepatah lain, “Terkadang kamu menganggap dia yang terbaik untukmu, padahal bukan yang terbaik menurut Tuhan.”

Get it? Yak, itu poinnya. Semaksimal mungkin usaha manusia, pada akhirnya Tuhan-lah yang merestui. Namun, apa sudah maksimal usahamu untuk dapetin dia? Kalau belum, ya coba lagi. Kalau ditolak? Ya coba lagi. Sampai, sampai kamu merasa, “Hmm, kayaknya bukan dia.” Itu tanda Tuhan sudah nunjukkin, “Dia bukan buat kamu. Coba cari yang lain.”

Jadi, jangan sedikit-sedikit bilang, “Ah, ya sudahlah. Aku bahagia kok melihat dia dengannya.” Atau, “Kalau dia bahagia, aku juga bahagia.” Atau, satu lagi, ini kalimat putus asa yang paling sering terucap dari mereka yang cintanya tak sampai, “Kalau jodoh ya enggak lari ke mana.” Lengkap sudah.

Untuk para broh di luar sana, “Kalau dia penting bagimu, ya kejar, sampai dapat!”

Tulisan ini berasal dari pemikiran subjektif pribadi. Jadi terkadang benar, terkadang pula kurang pas. Jadi mohon dimaklumi.

Sebelum ditutup, ini ada tembang yang cocok untuk postingan ini. Silakan dinikmati!

 
Mungkin sekian dulu posting untuk hari ini. Lanjut lagi lain waktu ya. Terima kasih, semoga bermanfaat!
(IPM)

*) Ini ya yang kutulis di interval 22.30-23.15 barusan. Enggak bikin lama nunggu, kan? :D

Bandung, Januari 2015

Ilustrasi diunduh dari satu, dua, tiga,dan empat

Followers